Rabu, 02 Mei 2012

Keberadaan Komunitas Anak Peminta-minta di Lampu Merah Sirandu Pemalang


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Sejak manusia mulai hidup bermasyarakat, maka sejak saat itu sebuah gejala yang disebut masalah sosial berkutat didalamnya. Sebagaimana diketahui, dalam realitas sosial memang tidak pernah dijumpai suatu kondisi masyarakat yang ideal. Dalam pengertian tidak pernah dijumpai kondisi yang menggambarkan bahwa seluruh kebutuhan setiap warga masyarakat terpenuhi, seluruh prilaku kehidupan sosial sesuai harapan atau seluruh warga masyarakat dan komponen sistem sosial mampu menyesuaikan dengan tuntutan perubahan yang terjadi.
Dalam lingkungan bermasyarakat akan banyak sekali ditemukannya masalah sosial. Masalah sosial tidak hanya melibatkan diri sendiri sebagai pelaku, melainkan juga akan memberikan banyak pengaruh bagi lingkungan dan masyarakat banyak. Salah satu masalah lingkungan yang akan saya gali lebih dalam adalah masalah lingkungan mengenai anak jalanan. Di Indonesia komunitas anak peminta- minta/ pengemis begitu banyak, tersebar tidak hanya di kota-kota besar saja, di daerah-daerah juga banyak sekali anak-anak peminta- minta/ pengemis.
Di Indonesia, persoalan pekerja anak dan kelangsungan pendidikannya belakangan ini kembali mencuat karena dipicu situasi krisis ekonomi yang berkepanjangan. Anak adalah aset bangsa yang sangat berharga, karena ditangan anak-anak tersebut estafet keberadaan bangsa di masa datang terletak. Namun sebagai aset berharga, tidak semua anak memperoleh haknya untuk dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana layaknya anak pada umumnya. Hal ini salah satunya dialami oleh anak jalanan yang karena satu dan lain hal haknya sebagai anak tidak dapat terpenuhi dengan baik.
BAB II
PERMASALAHAN



Anak peminta- minta adalah fenomena yang mulai dipandang sebagai masalah serius, terutama dengan semakin banyaknya permasalahan sosial ekonomi dan politik yang ditimbulkannya. Modernisasi dan industrialisasi sering kali dituding sebagai pemicu, diantara beberapa pemicu yang lain, perkembangan daerah perkotaan secara pesat mengundang terjadinya urbanisasi dan kemudian komunitas-komunitas kumuh atau daerah kumuh yang identik dengan kemiskinan perkotaan.
Di beberapa wilayah banyak dijumpai kumpulan anak-anak usia sekolah yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berkeliaran di jalan-jalan atau tempat umum lainnya. Mereka berkeliaran untuk mencari nafkah atau mencari tambahan uang saku dengan berbagai cara, misalnya menjadi penjual koran, pengamen, tukang parkir, pedagang asongan, meminta- minta dan sebagainya.
Anak jalanan yang menjadi peminta- minta, sangat mudah dijumpai di kota besar seperti Pemalang. Begitu banyak faktor yang menjadikan mereka sebagai pekerja jalanan yang keras dan beresiko, seperti membantu ekonomi keluarga, menjadi korban penculikan, dipaksa bekerja orang lain, dan lain sebagainya. Seharusnya yang mereka lakukan adalah belajar dan bermain seperti layaknya anak-anak seumur mereka tanpa harus mencari uang untuk dapat tetap bertahan hidup. Masa depan Bangsa dan Negara Indonesia terletak di tangan generasi penerus. Kualitas SDM yang rendah sangat berpengaruh pada kondisi negara kita tercinta ini baik saat ini maupun di masa yang akan datang.


Salah satunya yaitu anak-anak yang meminta-minta di tempat-tempat umum (lampu merah, tempat pemakaman dan lain-lain). Pemilihan anak yang meminta-minta di lampu merah Sirandu sebagai tempat untuk melakukan observasi dan interview didasarkan pada pertimbangan bahwa pada lingkungan yang ada di sekitar lampu merah Sirandu ini sangat bervariasi seperti ada anak yang masih sekolah dan ada pula yang sudah tidak bersekolah lagi. Selain itu pada anak jalanan ada yang memang membutuhkan uang namun banyak juga yang hanya karena ikut-ikutan saja, tempat tinggal yang saling berjauhan dan mungkin ada yang mengkoordinir mereka. Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan tersebut anak yang meminta-minta di lampu merah Sirandulah yang dijadikan sebagai lokasi observasi dan interview karena karakteristik dari anak-anak cukup sama (homogen) antara satu dengan yang lainnya.
Sedangkan berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, didapatkan informasi bahwa di  lampu merah Sirandu ini banyak anak-anak usia sekolah yang meminta-minta di lampu merah ketika pulang sekolah.

-        Rumusan Masalah

1.      Keberadaan anak- anak peminta- minta di lampu merah Sirandu ?
2.      Bagaimana pandangan masyarakat terhadap anak- anak tersebut ?
3.      Apa alasan anak- anak tersebut  menjadi peminta- minta ?
4.      Bagaimanakah solusi penanganan anak-anak tersebut ?








BAB III
PEMBAHASAN



A.    Keberadaan Anak- Anak Peminta- minta/ Pengemis di Lampu Merah Sirandu
Dari hasil observasi saya terhadap anak peminta- minta , khususnya di lampu merah sirandu sangatlah berkembang pesat. Hampir di setiap lampu merah terdapat anak peminta- minta yang beraksi.  Anak- anak ini berpakaian dan berpenampilan kotor, kumal dan membuat orang merasa iba, jarang dari mereka yang berpenampilan baik. Balas jasa mereka sebagian besar terasa asal-asalan, ala kadarnya dan tidak menarik.
Pada umumnya mereka berasal dari keluarga yang kurang mampu. Uang yang mereka dapatkan digunakan untuk tambahan uang saku mereka dan membantu orangtua untuk membeli kebutuhan pokok. Orangtua membiarkan anaknya meminta-minta dan bahkan ada yang menyuruh anaknya meminta-minta. Hal tersebut terjadi karena adanya desakan faktor ekonomi. Dari perilaku meminta-minta yang dilakukan anak-anak tersebut, beberapa dari mereka ada yang merasa malu dan merasa bersalah namun ada juga anak yang tidak merasa bersalah dan mengganggap meminta-minta adalah suatu hal yang baik.

B.     Pandangan Masyarakat Terhadap Anak Peminta- minta/ Pengemis
Sebagian besar masyarakat tidak menyukai pengemis, apalagi anak- anak. Mereka merasa bahwa pengemis itu hanya mengganggu mereka atau merugikan, karena mereka harus memberi sebagian uang mereka untuk pengemis dimana jika tidak diberi ada sebagian pengemis yang tidak beranjak pergi. Di sisi lain mereka juga merasa iba melihat anak- anak kecil yang meminta- minta di toko- toko, jalanan ataupun lampu merah. kebanyakan masyarakat begitu mengetahui ada pengemis mereka langsung menghindar atau pura-pura tidak tahu dan kalaupun terpaksa harus bertemu orang tersebut tidak akan memberinya uang atau tetap memberi tetapi dengan perasaan kesal, tidak ikhlas.
Pengemis dalam pandangan masyarakat umum bisa jadi adalah manusia yang tidak berguna atau bahkan dianggap sebagai “sampah” masyarakat. Mereka sering dituduh sebagai manusia yang mengganggu ketertiban manusia lain dan pada tingkatan tertentu meresahkan. Hidup untuk menerima, dan menghabiskan apa yang diterima, kemudian mengemis lagi. Berbagai cara dilakukan pengemis untuk menampilkan diri, kecacatan, ketidak-berdayaan dan lain-lain untuk “menarik” para calon dermawan. Namun, bagi sebagian besar pengemis, tindakan mereka mengemis tidak seperti yang dibayangkan mereka yang bukan pengemis.
Padahal alasan anak-anak tersebut melakukan pekerjaan meminta-meminta pada dasarnya adalah adanya ajakan dari temannya yang juga meminta-minta baik teman sekolah maupun teman bermainnya. Pada umumnya mereka berasal dari keluarga yang kurang mampu. Uang yang mereka dapatkan digunakan untuk tambahan uang saku mereka dan membantu orangtua untuk membeli kebutuhan pokok. Hal tersebut terjadi karena adanya desakan faktor ekonomi.
Mengingat masalah pengemis tidak berdiri sendiri, dan merupakan bagian dari berbagai masalah lainnya, yaitu ekonomi dan sosial budaya yang dihadapi bangsa ini, maka perlu penyelesaian yang kompresensif sehingga diharapkan tidak menimbulkan masalah lainnya. Memahami dan menelaah setiap permasalahan yang dihadapi dengan baik, akan memungkinkan ditemukannya alternatif penyelesaiannya juga dengan baik.

C.     Alasan Anak- Anak Tersebut Menjadi Peminta- minta/ Pengemis
Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan pelbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Masalah pengemis adalah masalah yang pelik. Ia tidak bisa dilihat hanya dari satu sudut pandang. Masalah pengemis, pengamen, dll., merupakan masalah dari berbagai aspek, seperti politik, sosial, dan ekonomi. Tergantung dari kacamata mana kita memandangnya. Banyak alasan yang mendasari anak- anak tersebut menjadi peminta- minta di lampu merah.
Alasan anak-anak tersebut melakukan pekerjaan meminta-meminta pada dasarnya adalah adanya ajakan dari temannya yang juga meminta-minta baik teman sekolah maupun teman bermainnya. Pada umumnya mereka berasal dari keluarga yang kurang mampu. Uang yang mereka dapatkan digunakan untuk tambahan uang saku mereka dan membantu orangtua untuk membeli kebutuhan pokok. Hal tersebut terjadi karena adanya desakan faktor ekonomi. Ada juga yang karena secara lahir mereka cacat dan tidak memiliki kemampuan untuk bekerja, pun tak ada yang menangung biaya hidupnya. Mereka memperlihatkan kecacatannya untuk mengundang belas kasih orang lain.
Fenomena pengemis telah menjadi sumber masalah di kota-kota besar di Indonesia, khususnya Pemalang. Mereka mengganggu ketertiban umum, seperti kawasan lalu lintas di persimpangan lampu merah, hingga mengganggu ketertiban masayarakat. Anak- anak kecil peminta- minta yang banyak ada di lampu merah- lampu merah kebanyakan adalah anak dari warga daerah sekitar yang memang.




D.    Solusi Penanganan Anak-Anak Peminta- minta/ Pengemis
UUD 1945 yang menyebutkan tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.  Dalam pasal lainnya, ada aturan bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara.
Ini merupakan tugas pemerintah untuk memikirkan program pembangunan yang lebih kooperatif bagi keberadaan pengemis. Selama ini mereka cenderung mendapatkan perlakukan yang diskriminatif, terutama dalam hal mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Karenanya pemerintah harus segera membuat sebuah program dimana mereka dapat berkompetisi secara fair.
Pemerintah tidak boleh lepas tangan begitu saja dan menghukum pengemis dengan peraturan ini, apalagi ini anak- anak. Pemerintah perlu menyediakan sarana dan prasarana bagi pengemis, seperti rumah singgah. Mereka pun diberi keterampilan dan modal usaha agar bisa mandiri. Selain itu, pemerintah juga perlu bekerja sama dengan  para tokoh agama untuk memberikan penjelasan kepada para pengemis tentang larangan agama, khususnya larangan mengemis.
Mengemis bukanlah suatu pilihan bagi banyak orang, melainkan sebuah keterpaksaan. Banyak orang dari daerah datang ke kota besar akhirnya mengemis karena tidak mampu bersaing dengan orang-orang disana. Menganggapi ini, pemerintah perlu menggalakkan dan mempopulerkan kembali program reurbanisasi dan transmigrasi. Banyaknya masalah dalam program tersebut, yang membuat banyak orang enggan mengikuti, harus diperbaiki secara menyeluruh.



BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang didapatkan dilapangan mengenai anak yang meminta-minta, tidak adanya usaha khususnya dari keluarga sebagai lingkungan yang paling dekat dengan anak untuk memberikan penjelasan mengenai nilai-nilai baik dan buruk kemungkinan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan orangtua dan tingkat ekonomi yang mengharuskan untuk tetap meminta-minta. Dampak lainnya yang kemungkinan akan ditimbulkan di kemudian hari adalah tingkat kognitif anak-anak yang meminta-minta akan berkembang tidak optimal karena anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya di luar sekolah dan melakukan aktivitas yang kurang sesuai untuk pemenuhan tugas-tugas perkembangannya.

B.     Saran
Menanggapi masalah pengemis sebaiknya pemerintah mengadakan survai tentang semua indikator yang membuat mereka mengemis. Setelah indikator tersebut sudah diketahui barulah pemerintah menentukan kebijakan sesuai dengan indikator di daerah tertentu. Jadi kebijakannya tidak disamaratakan antara daerah satu dengan daerah yang lain, karena indikatornya belum tentu sama. Pemerintah sebaiknya memberikan bimbingan atau pendidikan tentang keterampilan, dan memberikan bekal berwirausaha. Dengan begitu mereka mempunyai usaha yang tidak akan habis dan akan terus berlanjut dalam memenuhi kabutuhan dari pada hanya bantuan bahan pokok yang langsung habis tetapi tidak menghasilkan.

DAFTAR PUSTAKA



-        Mubyarto. 1997. Kisah-kisah IDT : Penuturan 100 Sarjana Pendamping. Yogyakarta : Aditya Media.
-        Faturochman, dkk. 2004. Dinamika kependudukan dan kebijakan. Yogyakarta : UGM Press.
-        Http:// Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
-        http://harieono-sakayi.blogspot.com/2011/07/pengemis-dari-tradisi-hingga-membangun.html

3 komentar: