BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak
manusia mulai hidup bermasyarakat, maka sejak saat itu sebuah gejala yang
disebut masalah sosial berkutat didalamnya. Sebagaimana diketahui, dalam
realitas sosial memang tidak pernah dijumpai suatu kondisi masyarakat yang
ideal. Dalam pengertian tidak pernah dijumpai kondisi yang menggambarkan bahwa
seluruh kebutuhan setiap warga masyarakat terpenuhi, seluruh prilaku kehidupan
sosial sesuai harapan atau seluruh warga masyarakat dan komponen sistem sosial
mampu menyesuaikan dengan tuntutan perubahan yang terjadi.
Dalam
lingkungan bermasyarakat akan banyak sekali ditemukannya masalah sosial.
Masalah sosial tidak hanya melibatkan diri sendiri sebagai pelaku, melainkan
juga akan memberikan banyak pengaruh bagi lingkungan dan masyarakat banyak.
Salah satu masalah lingkungan yang akan saya gali lebih dalam adalah masalah
lingkungan mengenai anak jalanan. Di Indonesia komunitas anak peminta- minta/
pengemis begitu banyak, tersebar tidak hanya di kota-kota besar saja, di
daerah-daerah juga banyak sekali anak-anak peminta- minta/ pengemis.
Di Indonesia, persoalan pekerja anak dan
kelangsungan pendidikannya belakangan ini kembali mencuat karena dipicu situasi
krisis ekonomi yang berkepanjangan. Anak adalah aset bangsa yang sangat
berharga, karena ditangan anak-anak tersebut estafet keberadaan bangsa di masa
datang terletak. Namun sebagai aset berharga, tidak semua anak memperoleh
haknya untuk dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana layaknya anak pada
umumnya. Hal ini salah satunya dialami oleh anak jalanan yang karena satu dan
lain hal haknya sebagai anak tidak dapat terpenuhi dengan baik.
BAB II
PERMASALAHAN
Anak peminta- minta adalah fenomena yang mulai dipandang sebagai masalah
serius, terutama dengan semakin banyaknya permasalahan sosial ekonomi dan
politik yang ditimbulkannya. Modernisasi dan industrialisasi sering kali
dituding sebagai pemicu, diantara beberapa pemicu yang lain, perkembangan
daerah perkotaan secara pesat mengundang terjadinya urbanisasi dan kemudian
komunitas-komunitas kumuh atau daerah kumuh yang identik dengan kemiskinan
perkotaan.
Di beberapa wilayah banyak dijumpai kumpulan
anak-anak usia sekolah yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk
berkeliaran di jalan-jalan atau tempat umum lainnya. Mereka berkeliaran untuk
mencari nafkah atau mencari tambahan uang saku dengan berbagai cara, misalnya
menjadi penjual koran, pengamen, tukang parkir, pedagang asongan, meminta-
minta dan sebagainya.
Anak
jalanan yang menjadi peminta- minta, sangat mudah dijumpai di kota besar seperti Pemalang.
Begitu banyak faktor yang menjadikan mereka sebagai pekerja jalanan yang keras
dan beresiko, seperti membantu ekonomi keluarga, menjadi korban penculikan,
dipaksa bekerja orang lain, dan lain sebagainya. Seharusnya yang mereka lakukan
adalah belajar dan bermain seperti layaknya anak-anak seumur mereka tanpa harus
mencari uang untuk dapat tetap bertahan hidup. Masa depan Bangsa dan Negara
Indonesia terletak di tangan generasi penerus. Kualitas SDM yang rendah sangat
berpengaruh pada kondisi negara kita tercinta ini baik saat ini maupun di masa
yang akan datang.
Salah
satunya yaitu anak-anak yang meminta-minta di tempat-tempat umum (lampu merah,
tempat pemakaman dan lain-lain).
Pemilihan anak yang meminta-minta di
lampu merah Sirandu sebagai
tempat untuk melakukan observasi dan interview didasarkan pada pertimbangan
bahwa pada lingkungan yang ada di sekitar lampu merah Sirandu ini sangat bervariasi seperti ada anak yang masih
sekolah dan ada pula yang sudah tidak bersekolah lagi. Selain itu pada anak
jalanan ada yang memang membutuhkan uang namun banyak juga yang hanya karena
ikut-ikutan saja, tempat tinggal yang saling berjauhan dan mungkin ada yang
mengkoordinir mereka. Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan tersebut anak
yang meminta-minta di lampu merah Sirandulah yang dijadikan sebagai lokasi observasi dan interview
karena karakteristik dari anak-anak cukup sama (homogen) antara satu dengan
yang lainnya.
Sedangkan
berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, didapatkan informasi bahwa di lampu merah Sirandu ini banyak anak-anak usia sekolah yang
meminta-minta di lampu merah ketika pulang sekolah.
-
Rumusan Masalah
1.
Keberadaan
anak- anak peminta- minta di lampu merah Sirandu ?
2.
Bagaimana
pandangan masyarakat terhadap anak- anak tersebut ?
3.
Apa
alasan anak- anak tersebut menjadi peminta- minta ?
4.
Bagaimanakah
solusi penanganan anak-anak tersebut ?
BAB III
PEMBAHASAN
A. Keberadaan
Anak- Anak Peminta- minta/ Pengemis di Lampu Merah Sirandu
Dari
hasil observasi saya terhadap anak
peminta- minta , khususnya di lampu merah sirandu sangatlah
berkembang pesat. Hampir di setiap
lampu merah terdapat anak peminta- minta yang beraksi. Anak-
anak ini berpakaian dan berpenampilan kotor, kumal dan
membuat orang merasa iba, jarang dari mereka yang berpenampilan baik. Balas
jasa mereka sebagian besar terasa asal-asalan, ala kadarnya dan tidak menarik.
Pada umumnya
mereka berasal dari keluarga yang kurang mampu. Uang yang mereka dapatkan
digunakan untuk tambahan uang saku mereka dan membantu orangtua untuk membeli
kebutuhan pokok. Orangtua membiarkan anaknya meminta-minta dan bahkan ada yang
menyuruh anaknya meminta-minta. Hal tersebut terjadi karena adanya desakan
faktor ekonomi. Dari perilaku meminta-minta yang dilakukan anak-anak tersebut,
beberapa dari mereka ada yang merasa malu dan merasa bersalah namun ada juga
anak yang tidak merasa bersalah dan mengganggap meminta-minta adalah suatu hal
yang baik.
B.
Pandangan
Masyarakat Terhadap Anak Peminta- minta/ Pengemis
Sebagian besar masyarakat tidak menyukai pengemis, apalagi
anak- anak. Mereka
merasa bahwa pengemis itu hanya mengganggu mereka atau merugikan, karena mereka
harus memberi sebagian uang mereka untuk pengemis dimana jika tidak diberi ada
sebagian pengemis yang tidak beranjak pergi. Di sisi lain mereka juga merasa iba
melihat anak- anak kecil yang meminta- minta di toko- toko, jalanan ataupun lampu merah. kebanyakan masyarakat begitu
mengetahui ada pengemis mereka langsung menghindar atau pura-pura tidak tahu dan
kalaupun terpaksa harus bertemu orang tersebut tidak akan memberinya uang atau
tetap memberi tetapi dengan perasaan kesal, tidak ikhlas.
Pengemis dalam
pandangan masyarakat umum bisa jadi adalah manusia yang tidak berguna atau
bahkan dianggap sebagai “sampah” masyarakat. Mereka sering dituduh sebagai
manusia yang mengganggu ketertiban manusia lain dan pada tingkatan tertentu
meresahkan. Hidup untuk menerima, dan menghabiskan apa yang diterima, kemudian
mengemis lagi. Berbagai cara dilakukan pengemis untuk menampilkan diri,
kecacatan, ketidak-berdayaan dan lain-lain untuk “menarik” para calon dermawan.
Namun, bagi sebagian besar pengemis, tindakan mereka mengemis tidak seperti
yang dibayangkan mereka yang bukan pengemis.
Padahal alasan
anak-anak tersebut melakukan pekerjaan meminta-meminta pada dasarnya adalah
adanya ajakan dari temannya yang juga meminta-minta baik teman sekolah maupun
teman bermainnya. Pada umumnya mereka berasal dari keluarga yang kurang mampu.
Uang yang mereka dapatkan digunakan untuk tambahan uang saku mereka dan
membantu orangtua untuk membeli kebutuhan pokok. Hal tersebut terjadi karena
adanya desakan faktor ekonomi.
Mengingat
masalah pengemis tidak berdiri sendiri, dan merupakan bagian dari berbagai
masalah lainnya, yaitu ekonomi dan sosial budaya yang dihadapi bangsa ini, maka
perlu penyelesaian yang kompresensif sehingga diharapkan tidak menimbulkan
masalah lainnya. Memahami dan menelaah setiap permasalahan yang dihadapi dengan
baik, akan memungkinkan ditemukannya alternatif penyelesaiannya juga dengan
baik.
C. Alasan Anak- Anak Tersebut Menjadi
Peminta- minta/ Pengemis
Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan
penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan pelbagai cara dan alasan
untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Masalah
pengemis adalah masalah yang pelik. Ia tidak bisa dilihat hanya dari satu sudut
pandang. Masalah pengemis, pengamen, dll., merupakan masalah dari berbagai
aspek, seperti politik, sosial, dan ekonomi. Tergantung dari kacamata mana kita
memandangnya. Banyak alasan yang mendasari anak- anak tersebut menjadi peminta-
minta di lampu merah.
Alasan anak-anak tersebut melakukan pekerjaan
meminta-meminta pada dasarnya adalah adanya ajakan dari temannya yang juga
meminta-minta baik teman sekolah maupun teman bermainnya. Pada umumnya mereka
berasal dari keluarga yang kurang mampu. Uang yang mereka dapatkan digunakan
untuk tambahan uang saku mereka dan membantu orangtua untuk membeli kebutuhan
pokok. Hal tersebut terjadi karena adanya desakan faktor ekonomi. Ada juga yang karena secara lahir mereka cacat dan tidak memiliki
kemampuan untuk bekerja, pun tak ada yang menangung biaya hidupnya. Mereka
memperlihatkan kecacatannya untuk mengundang belas kasih orang lain.
Fenomena
pengemis telah menjadi sumber masalah di kota-kota besar di Indonesia,
khususnya Pemalang. Mereka mengganggu ketertiban umum, seperti kawasan lalu
lintas di persimpangan lampu merah, hingga mengganggu ketertiban masayarakat.
Anak- anak kecil peminta- minta yang banyak ada di lampu merah- lampu merah
kebanyakan adalah anak dari warga daerah sekitar yang memang.
D.
Solusi Penanganan Anak-Anak Peminta-
minta/ Pengemis
UUD 1945 yang menyebutkan tiap-tiap
warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan. Dalam pasal lainnya, ada aturan bahwa fakir miskin dan
anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara.
Ini merupakan tugas pemerintah untuk
memikirkan program pembangunan yang lebih kooperatif bagi keberadaan pengemis.
Selama ini mereka cenderung mendapatkan perlakukan yang diskriminatif, terutama
dalam hal mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Karenanya
pemerintah harus segera membuat sebuah program dimana mereka dapat berkompetisi
secara fair.
Pemerintah tidak boleh lepas tangan
begitu saja dan menghukum pengemis dengan peraturan ini, apalagi ini anak-
anak. Pemerintah perlu menyediakan sarana dan prasarana bagi pengemis, seperti
rumah singgah. Mereka pun diberi keterampilan dan modal usaha agar bisa
mandiri. Selain itu, pemerintah juga perlu bekerja sama dengan para tokoh
agama untuk memberikan penjelasan kepada para pengemis tentang larangan agama,
khususnya larangan mengemis.
Mengemis bukanlah suatu pilihan bagi
banyak orang, melainkan sebuah keterpaksaan. Banyak orang dari daerah datang ke
kota besar akhirnya mengemis karena tidak mampu bersaing dengan orang-orang
disana. Menganggapi ini, pemerintah perlu menggalakkan dan mempopulerkan
kembali program reurbanisasi dan transmigrasi. Banyaknya masalah dalam program
tersebut, yang membuat banyak orang enggan mengikuti, harus diperbaiki secara
menyeluruh.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil yang didapatkan dilapangan
mengenai anak yang meminta-minta, tidak adanya usaha
khususnya dari keluarga sebagai lingkungan yang paling dekat dengan anak untuk
memberikan penjelasan mengenai nilai-nilai baik dan buruk kemungkinan
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan orangtua dan tingkat ekonomi yang
mengharuskan untuk tetap meminta-minta. Dampak lainnya yang kemungkinan akan
ditimbulkan di kemudian hari adalah tingkat kognitif anak-anak yang
meminta-minta akan berkembang tidak optimal karena anak-anak lebih banyak
menghabiskan waktunya di luar sekolah dan melakukan aktivitas yang kurang
sesuai untuk pemenuhan tugas-tugas perkembangannya.
B.
Saran
Menanggapi masalah pengemis
sebaiknya pemerintah mengadakan survai tentang semua indikator yang membuat
mereka mengemis. Setelah indikator tersebut sudah diketahui barulah pemerintah
menentukan kebijakan sesuai dengan indikator di daerah tertentu. Jadi
kebijakannya tidak disamaratakan antara daerah satu dengan daerah yang lain,
karena indikatornya belum tentu sama. Pemerintah sebaiknya memberikan bimbingan
atau pendidikan tentang keterampilan, dan memberikan bekal berwirausaha. Dengan
begitu mereka mempunyai usaha yang tidak akan habis dan akan terus berlanjut
dalam memenuhi kabutuhan dari pada hanya bantuan bahan pokok yang langsung habis
tetapi tidak menghasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
-
Mubyarto.
1997. Kisah-kisah IDT : Penuturan 100 Sarjana Pendamping. Yogyakarta :
Aditya Media.
-
Faturochman,
dkk. 2004. Dinamika kependudukan dan kebijakan. Yogyakarta : UGM Press.
-
Http://
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
-
http://harieono-sakayi.blogspot.com/2011/07/pengemis-dari-tradisi-hingga-membangun.html
aku pusiaaaaang ;(
BalasHapuspan ngoment be angel ment...
BalasHapusmakasih infonya. .:)
BalasHapuspengen tau konkrit.a dah,ksian tiap liat mereka di sirandu..